Senin, 14 Mei 2012

LKG: Jangan Biarkan Anak-anak Terlalu Lelah

Tubuh Estu Indratma Suteja, kapten tim Sekolah Sepak Bola GOR Ragunan, bercucuran keringat. Ia baru selesai bertanding melawan SSB Pelita Jaya yang berakhir seri, 1-1, di Stadion Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (13/5), dalam kompetisi Liga Kompas Gramedia U-14 musim 2012.

”Cuacanya panas, fisik pemain jadi menurun. Sabtu kemarin kami bertanding di Liga Pendidikan Indonesia, jadi masih capek ketika bertanding di LKG. Hari Senin kami bertanding lagi di Liga Pendidikan Indonesia,” kata Estu.

Meskipun bertubi-tubi menjalani pertandingan yang melelahkan, Estu mengaku tetap menikmati kegiatannya. Ia juga merasa tugasnya sebagai pelajar tidak terganggu. ”Malam hari saya masih bisa belajar,” ungkapnya.

Pelatih SSB GOR Ragunan M Yunus mengakui, para pemain masih lelah sehingga permainan tidak maksimal. ”Pemain tidak bisa diganti karena lawan yang dihadapi di LKG U-14 cukup berat,” kata Yunus.

Pelatih SSB Jakarta North City Halim Mualim mengutarakan, sebagian pemainnya masih lelah setelah sehari sebelumnya bertanding di Piala Soetjipto Suntoro. Itu sebabnya mereka kalah dari SSB Persigawa, 1-2.

”Pemain yang bermain di Piala Soetjipto Suntoro terpaksa bermain lagi di LKG U-14 karena mereka pemain bagus. Kalau pemainnya diganti, kualitas permainan tim bisa menurun,” ujarnya.

Anak-anak yang bertanding di banyak turnamen sepak bola merasa tidak ada masalah, bahkan mereka justru merasa senang. Namun, panitia LKG U-14 mengimbau pemain supaya tidak memaksakan diri. Alasannya, jika bertanding terus-menerus, pemain akan kelelahan dan rentan mengalami cedera.

Direktur Kompetisi LKG U-14 Dede Supriadi mengutarakan, pelatih jangan bersikap egois dengan memaksa anak bertarung terus-menerus.

Menurut Dede, masa depan anak usia 14 tahun ke bawah sebagai pemain sepak bola masih panjang. Oleh sebab itu, mereka tidak perlu disuruh bertanding tanpa istirahat cukup.

Ketua Komisi Wasit LKG U-14 Benyamin Leobetty juga menyayangkan pelatih yang memaksa pemain terus bertanding meskipun cedera. ”Pemain bukan ayam aduan. Kalau cedera, jangan dipaksa main. Kalau cedera tetapi dipaksa main, malah cederanya tambah parah,” katanya.

Bukan cari kemenangan

Psikolog Jo Rumeser mengingatkan, tujuan pendidikan olahraga pada usia dini adalah menanamkan sportivitas atau kejujuran, menghargai lawan, memahami makna kerja sama tim, dan belajar aturan bertanding yang benar. Pada pertandingan olahraga yang melibatkan anak usia 12-14 tahun, kemenangan bukanlah tujuan yang utama.

Rumeser tidak sepakat jika anak-anak terus-menerus menjalani pertandingan. Anak-anak harus diberi kesempatan istirahat. Tujuan istirahat bukan cuma agar tubuh tidak kelelahan, melainkan supaya tubuh dan pikiran anak berkembang.

Menurut Rumeser, panitia LKG U-14 sebaiknya membuat aturan yang membatasi jumlah pertandingan yang boleh diikuti oleh pemain, misalnya maksimal dua kali dalam seminggu.

”Kalau tidak, mereka akan mengalami kebosanan yang luar biasa atau istilahnya burn out. Mereka kurang istirahat sehingga kondisi fisik dan psikisnya terganggu,” kata Rumeser.

Maraknya turnamen sepak bola usia dini akhir-akhir ini berdampak positif. Namun, jika anak-anak dipaksa mengikuti semua pertandingan, sikap tersebut justru menghancurkan mereka.



Sumber: http://bola.kompas.com/read/2012/05/14/14103532/Jangan.Biarkan.Anak-anak.Terlalu.Lelah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar